BAB I
PENDAHULUAAN
A.
Latar Belakang
Sumpah
menurut pengertian syara’ yaitu mentahkikikkan
atau menguatkan sesuatu dengan menyebut nama Allah Swt. Adapun sumpah dengan menyabut
selain dari pada nama Allah atau sifat–sifat_Nya, seperti sumpah dengan makhluk
tidak sah. Firman Allah dalam surat
Al-Baqarah ayat 225 “Allah
tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud untuk bersumpah,
tetapi Allah menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang disengaja untuk bersumpah
oleh hatimu. Dan Allah maha pengampun lagi maha penyantun“.
Janji
adalah sebuah hutang yang kita ucapkan kepada seseorang atau diri sendiri yang
pada dasarnya janji atau hutang haruslah ditepati atau dibayar. Penghormatan
terhadap perjanjian menurut Islam
hukumnya wajib, melihat pengaruhnya yang
positif dan perannya yang besar dan memelihara perdamaian dan melihat urgensinya
dalam mengatasi kemusyikan perselisihan dan menciptakan kerukunan. Allah Swt
memerintah agar memenuhi janji, baik itu terhadap Allah atau pun sesama manusia, firman Allah dalam
surat 5 ayat 1: “ Hai oarng-orang beriman, penuhilah akat perjanjianmu.”
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sumpah dan
janji?
2. Sebutkan macam-macam sumpah dan
hukumnya?
3. Apa kafarat jika melanggar sumpah dan
janji?
C.
Tujuan dan Manfa’at
1. Mengetahu
pengertian sumpah dan janji.
2. Mengetahui
hukum-hukum sumpah dan janji.
3. Mengetahui
macam-macam sumpah.
4. Mengetahui
cara sumpah yang benar menurut syariat islam.
5. Mengetahui
kafarat jika melanggar sumpah dan janji.
BAB II
PEMBAHASAN
Sumpah menurut pengertian syara’
yaitu mentahkikikkan atau menguatkan
sesuatu dengan menyebut nama Allah Swt. Adapun sumpah dengan menyabut selain dari
pada nama Allah atau sifat–sifat_Nya, seperti sumpah dengan makhluk tidak sah.
Berarti tidak wajib ditepati dan tidak wajib kafarat (denda). Begitu juga
sumpah yang tidak disengaja, umpamanya terlanjurnya lidah.[1]
Firman Allah
Swt:
w ãNä.äÏ{#xsã ª!$# Èqøó¯=9$$Î/ þÎû öNä3ÏY»yJ÷r& `Å3»s9ur Nä.äÏ{#xsã $oÿÏ3 ôMt6|¡x. öNä3ç/qè=è% 3 ª!$#ur îqàÿxî ×LìÎ=ym ÇËËÎÈ
Artinya
”Allah tidak menghukum kamu disebabkan
sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu
disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. Dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyantun“. (QS. Al-Baqarah: 225).
Yang dimaksud dengan penyantun ialah
terjemahan kata halim, yang berarti tidak segera menyiksa orang berbuat dosa.[2]
Secara etimologis sumpah dapat
diartikan juga sebagai berikut:
1.
Pernyataan
yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Allah Swt untuk menguatkan
kebenaran dan kesungguhan.
2.
Pernyataan
yang disertai tekad melakukan sesuatu menguatkan kebenarannya atau berani
menerima sesuatu bila yang dinyatakan tidak benar.
Dalam bahasa
Arab sumpah disebut dengan Al-aimanu,
Al-halfu, Al-qasamu. Al-aimanu
jama’ dari kata Al-yamiinu (tangan
kanan) karena orang Arab dizaman Jahiliyah apabila bersumpah satu sama lain
saling berpegangan tangan kanan. Kata Al-yamiinu
secara etimologis dikaitakan dengan tangan kanan yang bisa berarti Al-quwwah (kekuatan), dan Al-qasam (sumpah). Dengan demikian
pengertian Al-yuamiinu
merupakan perpaduan dari tiga makna tersebut yang selanjutnya digunakan untuk
bersumpah. Dikaitkan dengan kekuatan (Al-quwwah), karena orang yang ingin
mengatakan atau menyatakan sesuatu dikukuhkan dengan sumpah sehingga
pernyataannya lebih kuat sebagaimana tangan kanan lebih kuat dari tangan kiri.
Lafal sumpah tersebut harus menggunakan huruf sumpah (Al-qasam) yaitu: Waw,
Ba dan Ta. seperti; walLahi,
bilLahi, talLahi.
Para ulama
berbeda pendapat tentang hukum bersumpah, Imam Malik berpendapat bahwa hukum
asal sumpah adalah ‘jaiz‘(boleh).
Hukumnya bisa menjadi sunnah apabila dimaksudkan untuk menekankan suatu masalah
keagamaan untuk mendorong orang melakukan sesuatu yang diperintahkan Agama,
melarang orang berbuat sesuatu yang diperintahkan Agama, dan melarang orang
berbuat sesuatu yang dilarang Agama. Jika sumpah hukumnya mubah, maka
melanggarnya pun mubah, tetapi harus membayar kafarat (denda), kecuali jika
pelanggaran sumpah itu lebih baik.
Imam Hambali
berpendapat bahwa hukum bersumpah itu tergantung kepada keadaannya. Bisa wajib,
haram, makruh, sunnah ataupun mubah. Jika yang disumpahkan itu menyangkut
masalah yang wajib dilakukan, maka hukum bersumpahnya adalah wajib.
Imam Syafi’i
berpendapat hukum asal sumpah adalah makruh. Tetapi bisa saja hukum bersumpah
menjadi sunnah, wajib, haram, atau mubah. Tergantung pada keadaaanya.
Menurut Imam
Hanafi asal hukum bersumpah adalah ‘jaiz‘,
tetapi lebih baik tidak terlalu banyak melakukan sumpah. Jika seseorang
bersumpah akan melakukan maksiat, wajib ia melanggar sumpahnya. Jika seseorang
bersumpah akan meninggalkan maksiat maka Dia wajib melakukan sesuai dengan
sumpahnya.
a. Pelanggaran
sumpah
Apabila seseorang bersumpah, kemudian dilanggarnya
sumpahnya itu, maka diwajibkan membayar kafarat (denda pengampun kesalahan).
Tentang kafarat ini dia boleh memilih salah satu tiga perkara.
1.
Memberi
makan 10 orang miskin
2.
Meberi pakaian
3.
Memerdekakan
seorang budak
Barang siapa yang tidak sanggup melakukan yang
demikian, maka kafaratnya puasa tiga hari.
Firman Allah Swt:
w ãNä.äÏ{#xsã ª!$# Èqøó¯=9$$Î/ þÎû öNä3ÏZ»yJ÷r& `Å3»s9ur Nà2äÏ{#xsã $yJÎ/ ãN?¤)tã z`»yJ÷F{$# ( ÿ¼çmè?t»¤ÿs3sù ãP$yèôÛÎ) Íou|³tã tûüÅ3»|¡tB ô`ÏB ÅÝy÷rr& $tB tbqßJÏèôÜè? öNä3Î=÷dr& ÷rr& óOßgè?uqó¡Ï. ÷rr& ãÌøtrB 7pt6s%u ( `yJsù óO©9 ôÅgs ãP$uÅÁsù ÏpsW»n=rO 5Q$r& 4 y7Ï9ºs äot»¤ÿx. öNä3ÏY»yJ÷r& #sÎ) óOçFøÿn=ym 4 (#þqÝàxÿôm$#ur öNä3oY»yJ÷r& 4 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt7ã ª!$# öNä3s9 ¾ÏmÏG»t#uä ÷/ä3ª=yès9 tbrãä3ô±n@ ÇÑÒÈ
Artinya:
“Allah tidak
menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang tidak dimaksud (untuk bersumpah),
tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka
kafarat (melanggar) sumpah itu ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu
dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakain
kepada mereka atau memerdekakan seorng budak. Baran siapa yang tidak sanggup
melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa tiga hari. Yang demikian itu adalah
kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah
sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum_Nya agar kamu
bersyukur (kepada_Nya).” (QS. Al_Maidah: 89).
Orang yang
bersumpah tidak akan melalukan sesuatu, kemudian dia suruh orang lain
melakukannya, dia (yang bersumpah) tidak melanggar sumpah. Umpamanya dia
berkata, “demi Allah saya tidak akan menulis hari ini.” Kemudian disuruhnya
orang lain untuk menulisnya untuk keperluannya, tidak berarti dia melanggar
sumpah, maka dia tidak wajib membayar kafarat. Begitu juga yang bersumpah tidak
akan mengerjakan dua macam pekerjaan itu. Seseorang yang melanggar sumpah
karena lupa, tidak juga melanggar. Orang yang bersumpah akan menyedekahkan hartanya, ia harus memilih antara bersedekah
atau membayar kafarat.[3]
b. Syarat-syarat
sumpah
1.
Menyebut
asma Allah Swt atau salah satu sifatnya.
2.
Orang yang
bersumpah sudah mukallaf.
3.
Tidak dalam
keadaan terpaksa dan disengaja dengan niat untuk bersumpah.
4.
Terlepas
dari segala pendapat di atas bahwa sumpah adalah suatu ucapan yang mengatas
namakan Allah Swt yang apabila dipermainkan berarti telah mempermainkan Agama.
Oleh karena itu bila telah bersumpah, peliharalah sumpah itu.[4]
c. Sifat-sifat
orang yang sah sumpahnya
1.
Mukallaf
(berakal dan telah balig). Sumpah anak kecil dan orang gila tidak sah.
2.
Kemauan
sendiri. Orang yang dipaksa tidak sah sumpahnya.
3.
Sengaja.
Orang yang terlanjur lidah tidak sah sumpahnya.[5]
d. Macam-macam
sumpah
1. Sumpah Gurau
(main-main) dan Hukumnya
Sumpah Gurau adalah jenis sumpah yang tidak
dimaksudkan sumpah sesungguhnya, seperti orang berkata: demi Allah kamu mesti
makan, atau demi Allah kamu mesti minum, atau demi Allah kamu mesti datang dan
semacamnya. Ungkapan ini sebenarnya tidak dimaksudkan bersumpah, tetapi
termasuk kelatahan dalam berbicara. Allah berfirman dalam surat al maidah ayat
89, “Allah tidak menghukum kamu
disebabkan sumpah-sumpah yang tidak dimaksud untuk bersumpah...”,
Mengenai
hukum sumpah ini tidak ada kafarat dan pelaksanaannya tidak terkena hukuman
2. Sumpah Mun’aqadah
dan Hukumnya
Yang dimaksud sumpah mun’aqadah (sumpah yang sah)
yaitu sumpah yang dimaksudkan pelakunya secara sungguh-sungguh. Hukumnya wajib
membayar kafarat pada waktu terjadi pelanggaran atau penyimpangan. Allah
berfiman dalam surat Al-maidah ayat 89, “...tetapi Allah menghukum kamu lantaran
sumpahmu yang disengaja dalam hatimu... “.
3. Sumpah Ghamus
dan Hukumnya
Sumpah gamus yang disebut juga ash shabirah yaitu
dusta yang bisa merendahkan hak-hak atau bertujuan membuat dosa dan khianat.
Sumpah ini termasuk kaba’ir (dosa besar) dan tidak ada kafaratnya, karena jauh
lebih besar dari apa yang bisa di ampuni.
Allah Swt
berfiman:
wur (#ÿräÏGs? öNä3uZ»yJ÷r& Kxyzy öNà6oY÷t/ ¤AÍtIsù 7Pys% y÷èt/ $pkÌEqç6èO (#qè%räs?ur uäþq¡9$# $yJÎ/ óO?y|¹ `tã È@Î6y «!$# ( ö/ä3s9ur ë>#xtã ÒOÏàtã ÇÒÍÈ
Artinya:
“dan janganlah kamu jadikan sumpahmu sebagai
alat penipu di antaramu, yang menyebabkan kakimu tergelincir setelah kokoh
tegaknya, dan kamu rasakan kemelaratan didunia karena kamu menghalangi manusia
dari jalan allah serta bagimu azab yang besar.” (QS. 16 ayat 94)[6]
e. Sumpah bila
tidak dapat diajukan buktinya
Bila seseorang pendakwa mendakwakan sesuatu hak pada
orang lain sedang dia tidak mampu mengajukan bukti, dan orang didakwa
mengingkari hak itu, maka tidak ada cara lain selain dari sumpah dari orang
yang didakwa. Yang demikian ini berlaku khusus dalam hal harta benda dan
barang.
Didalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani
dengan isnad yang sahih, Rosulullah bersabda: “bukti itu wajib bagi orang yang
mendakwa, sedangkan sumpah wajib bagi orang yang mengingkari.”
Telah diriwayatkan oleh Al-Bukhori dan muslim dari Asy’ats
in Qais, Dia berkata: “Antar aku dengan seorang laki-laki terdapat
persengketaan dalam hal sumur. Lalu kami meminta keadilan kepada Rosuulullah Saw.
Beliau berkata: dua orang saksi darimu atau sumpah darinya.” Aku menjawab: dia
bersumpah, dan tidak menghiraukan selainnya. Beliau bersabda: “Barang siapa
melakukan sumpah yang dengannya dia mendapatkan sebagian dari harta seorang
muslim, maka dia akan bertemu dengan Allah, sedang dia murka kepadanya.”
Dan telah dikeluarkan oleh muslim dari hadis Wail bin
Hujr, bahwa Rosulallah Saw. Berkata dengan Al-Kindi: “Apakah engkau mempunyai
bukti? ”Al-Kindi menjawab: tidak. Beliau berkata: “maka engkau harus menerima
sumpah darinya?” dia menjawab: “lelaki itu adalah orang yang durhaka wahai Rosulullah:
dia tidak menghiraukan norma-norma Agama. Beliau berkata: “engkau tidak mendapatkan
darinya kecuali hal itu”.
f. Sumpah
menurut orang yang memintanya
Bila salah seorang dari kedua belah pihak yang
bersengketa itu bersumpah, maka sumpah itu menurut ketua hakim dan menurut niat
orang yang minta sumpah menurut yang haknya tergantung didalamnya. sumpah itu
bukan menurut orang yang bersumpah, karena ucapan Rosulullah Saw, didalam bab
sumpah: “sumpah itu menurut orang yang memintanya.” Maka apabila orang yang
bersumpah menyembunyikan takwil yang bertentangan dengan lahiriahnya (lafaz),
maka demikian itu tidak diperbolehkan.
Dikatakan pula bahwa tauriah (menyembunyikan maksud)
itu diperbolehkan apa bila orang yang bersumpah itu terpaksa, misalnya karena
dizhalimi.
g. Hukum ditetapkan
dengan saksi dan sumpah
Bila pendakwa tidak mempunyai bukti selain dari
seorang saksi, maka dakwaannya itu dihukumi dengan kesaksian saksi dan sumpah
dari pendakwa. Hal itu didasarkan pada apa yang diriwayatkan oleh Al-daruqutni
dari hadits Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rosulullah Saw.
Memutuskan hak dengan orang saksi lelaki: bila pendakwa bisa mendatangkan dua
orang saksi, maka dia dan saksinya itu bersumpah. Seorang saksi dan sumpah itu
menghukumi dalam semua masalah, kecuali hudud dan qishash. Sebagian ulama
membatasi hukum dengan seorang saksi dan sumpah dalam harta benda dan hal-hal
yang berhubungan dengannya. Hadits-hadits mengenai keputusan dengan seorang
saksi dan sumpah itu diriwayatkan dari Rosulullah Saw. Oleh dua puluh sekalian
orang.
Berkata Asy-Syafi’i: keputusan dengan seorang saksi
dan sumpah itu tidak bertentangan dengan Al-Qur’an, karena Al-Qur’an tidak
mencegah diperbolehkannya saksi yang lebih sedikit yang digariskan.
Dan dengan ini pula Abu Bakar, Ali Umar bin Abdul Aziz,
jumhur salaf (orang-orang terdahulu) dan khalaf (orang-orang kemudian), diantara
malik dan sahabat-sahabatnya Asy-Syafi’i dan pengikut-pengikutnya, Ahmad Ishak,
Abu Ubaid, Abu Tsaur dan Daud. Demikian itu tidak boleh ditentang. Orang-orang
hanafi menolak hal itu. Mereka berkata : hukum itu selamanya tidak ditetapkan
dengan seorang saksi dan sumpah.
h.
Sumpah Pocong
Sumpah pocong adalah sumpah yang
dilakukan oleh seseorang dalam keadaan terbalut kain kapan seperti layaknya
orang yang telah meninggal. Sumpah pocong biasanya dilakukan oleh pemeluk Agama
Islam dan dilengkapi dengan saksi dan dilakukan di rumah ibadah (Masjid). Di di
dalam hukum Islam sebenarnya tidak ada sumpah seperti ini (sumpah pocong).
Sumpah ini merupakan tradisi lokal yang masih kental menerapkan norma–norma
adat.
Secara singakat, sumpah sistem pocong
(sumpah pocong) dapat dimasukkan secara deduksi dalam sistem “Taqlidul Yamin”
yang dibenarkan oleh Fiqh Islam, karena pelaksanaan sumpah pocong pada
hakikatnya dapat diqiaskan dengan
pemberatan sumpah melalu sistem yang telah ada, karana diantaranya terdapat
persamaan illat yaitu sistem pengerasan tersebut sama-sama dimaksudkan untuk
mendorong orang yang bersumpah agar lebih berhati-hati dan jujur dalam
sumpahnya.
B.
Janji (Nazar)
ada
banyak pengertian tentang janji diantaranya yaitu:
1. Janji adalah sebuah hutang yang kita
ucapkan kepada seseorang atau diri sendiri yang pada dasarnya janji (hutang)
haruslah ditepatin atau dibayar.
2. Ucapan yg menyatakan kesediaan dan
kesanggupan untuk berbuat (seperti hendak memberi, menolong, datang, bertemu): banyak, tetapi tidak satu pun yg ditepati.
3. Persetujuan antara dua pihak
(masing-masing menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu): jangan engkau berdua
ingkar akan yang telah diteguhkan oleh penghulu.[7]
a.
Menghormati Perjanjian
Bahwa
penghormatan terhadap perjanjian menurut Islam hukumnya wajib, melihat
pengaruhnya yang positif dan perannya yang besar dan memelihara perdamaian dan
melihat urgensinya dalam mengatasi kemusyikan perselisihan dan dan menciptakan
kerukunan.
Allah
Swt memerintah agar memenuhi janji, baik itu terhadap allah ataupun sesama manusia, Firman Allah dalam
surat Al Maidah ayat 1 yang artinya: “Hai orang-orang beriman, penuhilah akat
perjanjianmu.”
Dalam
bentuk apapun, pelanggaran terhadap janji dianggap sebagai dosa besar yang
perlu diberikan sangsi dan kemurkaan.
Firman Allah Swt:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä zNÏ9 cqä9qà)s? $tB w tbqè=yèøÿs? ÇËÈ uã92 $ºFø)tB yYÏã «!$# br& (#qä9qà)s? $tB w cqè=yèøÿs? ÇÌÈ
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan apa yang tidak kamu
perbuat. Amat besar dosanya disisi Allah lantaran kamu mengatakan apa yang
tidak kamu lakukan”. (Qs. Ash Shaff: ayat 2 dan 3)
Dan
janji harus diutamakan dari membayar hutang: firman Allah: “sesungguhnya
orang-orang beriman, berhijrahlah serta berjihat dengan harta dan jiwanya
dijalan Allah dan orang-orang memberikan
tempat tinggal dan pertolongan (kepada orang-orang mujahirin), mereka itu
saling melindungi. Dan terhadap orang-orang yang beriman, tetapi belum
berjihad, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka sebelum
mereka berjihijrah. Tetapi jika mereka meminta pertolongan kepadamudalam
masalah agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum
yang telah ada perjanjian antara kamu denga mereka.” (QS. Al-Anfaal: 72)
b.
Balasan orang yang menepati janji
Memenuhi
janji adalah bagian daripada iman, Rosullullah Saw bersabda: “bahwasanya, baik
dengan janji bagian daripada iman”. Dan balasan bagi orang yang menepati janji
adalah surga.
Fitman
Allah Swt:
tûïÏ%©!$#ur öNèd öNÎgÏF»oY»tBL{ öNÏdÏôgtãur tbqããºu ÇÑÈ tûïÏ%©!$#ur ö/ãf 4n?tã öNÍkÌEºuqn=|¹ tbqÝàÏù$ptä ÇÒÈ y7Í´¯»s9'ré& ãNèd tbqèOͺuqø9$# ÇÊÉÈ úïÏ%©!$# tbqèOÌt }¨÷ryöÏÿø9$# öNèd $pkÏù tbrà$Î#»yz ÇÊÊÈ
Artinya:
“Dan
orang-orang yang memelihara amanat-amanat dan janji mereka. Dan orang-orang
yang memelihara Shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi sirga
firdaus. Mereka kekal didalamnya.” (QS. Al-mu’minun, 8, 9, 10, dan 11)
Menepati
janji adalah akhlak para Nabi dan Rasul. Fiman Allah dalam surat Maryam: 54.
“dan ceritakanlah hai Muhammad kepada mereka kisah Ismail (yang termaktub)
didalam Al Qur’an, sesungguhnya dia adalah orang yang benar janjinya dan Dia
seorang Rasul dan Nabi.”
Dan
disyaratkan pada janji (perjanjian) yang wajib dihormati dan dipenuhi hal-hal
berikut:
1. Tidak menyalahi hukum Syari’ah yang
disepakati adanya. Sabda Rosulullah Saw “sega bentuk persyaratan yang tidak ada
dalam kitab Allah adalah bathil, sekalipun seribu syarat”
2. Harus sama ridho dan ada pilihan. Karena
sesungguhnya pemaksaan menafikan kemauan. Tidak ada penghargaan terhadap aqad
yang tidak memenuhi kebebasannya.
3. Harus jelas, tidak samar dan sembunyi,
sehingga tidak dipikirkan kepada sesuatu pemikiran yang bisa menimbulkan
kesalahpahaman pada waktu penerapannya
c.
Pembatalan Janji
Tidak
ada pembatalan perjanjian kecuali dalam 2 keadaan:
1. Jika waktunya terbatas atau dibatasi
dalam kondisi dan situasi tertentu. Jika waktu telah berakhir dan situasi dan
kondisi telah berubah, maka batallah perjanjian. Abu Daud dan At-Tirmizi
meriwayatkan dari Umar bin Absah, berkata. Aku telah mendengar Rasulullah Saw.
Bersabda: “siapa yang antaranya melakukan sebuah perjanjian maka hendaklah ia
tidak membatalkan dan menyelesaikan sebelum masanya berakhir atau membatalkan
secara bersama.”
2. Jika musuh menyimpang dari perjanjian. Allah
Swt berfirman dalam surat At-Taubah: ayat 7 “Maka selama mereka berlaku lurus
terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus pula terhadap mereka. Sesungguhnya
Allahlah menyukai orang-orang yang bertakwa.” Dan Allah berfirman “jika mereka
merusak janji mereka sesudah mereka
berjanji, dan mereka menceca Agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin oarng
kafir, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang tidak dapat dipegang
janjinya, agar mereka berhenti. Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orang
yang merusak sumpah (janji), mereka telah keras kemauan untuk mengusir Rosul
dan Merekalah yang pertama kali memulai memerangimu? Apakah kamu takuti , jika kamu
benar-benar orang-orang yanng beriman.” (QS. At-taubah 12 dan 13)
3. Jika nampak kelancangan dan bukti-bukti
pengkhianatan.
Fiman Allah Swt:
$¨BÎ)ur Æsù$srB `ÏB BQöqs% ZptR$uÅz õÎ7/R$$sù óOÎgøs9Î) 4n?tã >ä!#uqy 4 ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä tûüÏYͬ!$sø:$# ÇÎÑÈ
Artinya:
“Dan jika kamu menakuti pengkhianatan dari
suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan jujur.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.” (QS. Al-anfaal:
58)
Apabila
hakim mengetahui adanya pengkhianatan dari fihak yang mempunyai perjanjian
dengan kaum muslim, maka tidak boleh langsung memerangi mereka, kecuali setelah
adanya pengumuman pengembalian perjanjian dan tibanya informasi kepada yang dekat dan yang jauh sehingga
mereka tidak diserbu langsung.
d.
Perjanjian-perjanjian Rosulullah Saw.
Pada
masa Rosulullah Muhammad Saw: beliau melakukan perjanjian-perjanjian sebagai
berikit:
1. Rasulullah dahulu melalukan perjanjian
dengan Bani Dhamrah dari kabilah Arab. Dibawah ini bunyi perjanjian itu; “Inilah surat Muhammad Rasulullah untuk Bani Dhamrah
bahwa mereka dalam keadaan aman harta dan jiwa mereka. Mereka mendapat bantuan
dalam menghadapi orang yang memukul mereka, kecuali mereka memerangi Agama Allah”.
2. Seperti juga Rasulullah Saw. Mengadakan perjanjian
dengan orang Yahudi untuk saling bertetangga dengan baik sejak beliau menetap
di Madinah. Dibawah ini isi perjanjian tersebut: “Bismilla hirrohma nirrohim
(denngan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang). Ini surat dari Muhammad
Rasulullah Saw, antara kaum Muslimin dan Mu’minin dari Quraisy dan penduduk
Yastrib dan orang-orang yang mengikuti mereka, sama-sama berjumpa dan berjuang.
Sesungguhnya mereka adalah satu umat, diluar golongan otang lain.[8]
KESIMPULAN
Dari
hasil makah ini maka dapat kita simpulkan, bahwa sumpah yaitu mentahkikikkan atau menguatkan sesuatu dengan menyebut nama Allah
Swt. Jika kita melanggar sumpah maka kita wajib membayar kafarat. Dalam Qur’an
surat Al-maidah ayat 89, Kafarat sumpah dan janji yaitu: memberi makan, memberi
pakain, dan memerdekakan budak dengan cara memilih. Bagi orang yang tidak mampu
melaksanakan salah satu denda tersebut maka ia berkewajiban berpuasa selama 3
hari. sumpah dengan menyabut selain dari pada nama Allah atau sifat–sifat_Nya. Maka
sumpahnya batal dan tidak terkena kafarat jika dia melanggar, hanya dia berdosa
lantaran dia menggunakan selain Allah. Sumpah dibagi tiga macam yaitu sumpah Gurau
(main-main) sumpah ini tidak ada kafaratnya dan pelaksanannya tidak terkena
hukuman, sumpah Mun’aqadah (sah) sumpah ini wajib membayar kafarat, dan sumpah
Ghamus (dusta atau bohong) sumpah ini termasuk dosa besar dan tidak ada kafaratnya, pelaku sumpah ini
wajib bertaubat.
Janji
(nadzar) yaitu sebuah hutang yang kita ucapkan kepada
seseorang atau diri sendiri yang pada dasarnya janji atau hutang haruslah
ditepatin atau dibayar. Nadzar
dikatakan sah jika bertujuan untuk bertaqqarrub kepada Allah dan tidak sah jika
untuk maksiad. Kafarat janji (nadzar) jika dia melanggar janji itu ialah sama
seperti kafarat sumpah. Dari Uqbah bin Amir, bahwa Nabi Saw bersabda yang
artinya “ kafarat nadzar jika tidak disebutkan kadarnya menjadi kafarat
sumpah.” Jika orang meninggal dunia dan mempunyai utang nadzar puasa maka boleh
diwalikan sabda Rosulullah Saw yang artinya” seorang wanita bertanya kepada Nabi:
sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, ia mempunyai nadzar puasa sebelum
dapat memenuhinya. Rosulullah menjawab: walinya berpuasa untuk mewakilinya”.
Memenuhi janji adalah bagian dari pada iman.
Woi nulis arab yang bner napa arab ko bahasa thailand gg
BalasHapus